Selamat Datang Di Blog MA Madarijul Huda Kembang Pati

Jumat, 22 Oktober 2010

Peranan Orang Tua Dalam Membentuk kepribadian anak

Posted on 20.22 by MA KEMBANG ok

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

Sekarang ini, tak sedikit pemuda-pemuda Indonesia yang berperilaku menyimpang dari norma-norma agama juga hukum-hukum Negara. Tak perlu menengok terlalu jauh, kita lihat disekitar kita saja, mabuk-mabukan, tawuran seakan-akan menjadi suatu kebiasaan yang tidak tabu lagi untuk dilakukan dan diperlihatkan kepada masyarakat umum.
Sebagian besar dari orangtua mereka beranggapan bahwa fenomena seperti diatas, terjadi karena kesalahan anak itu sendiri. Para orangtua seolah lupa dengan apa yang Islam telah ajarkan bahwasanya setiap anak yang lahir kedunia terlahir dalam keadaan fitroh (suci), sedang ayah-ibunyalah yang menjadikannya berbudi pekerti buruk, berakhlaqul karimah, atau berwatak buruk, dan lain sebagainya.
Harapan penulis, semoga saja dengan adanya karya tulis yang sederhana ini, dapat merubah kebiasaan para orangtua yang masih menggunakan cara salah dalam mendidik anaknya, dan menjadi orangtua yang baik dan juga dapat mendidik anaknya dengan cara yang baik pula.

B. TUJUAN.

Dalam penulisan karya tulis ini penulis mempunyai beberapa tujuan, yang diantaranya adalah :
 Menjalaskan kepada pebaca tentang apa itu kepribadian.
 Menjelaskan seberapa penting peran orangtua dalam proses pembentukan kepribadian anak.
 Memberitahukan pembaca tentang beberapa perilaku atau sikap-sikap orangtua yang dapat mempengaruhi kepribadian anak.

C. POKOK-POKOK PERMASALAHAN.

Didalam karya tulis ini, InsyaAllah akan dimunculkan beberapa pokok permasalahan, yakni :
1. Apa itu kepribadian ?
2. Bagaimana peran orangtua dalam pembentukan kepribadian anak ?
3. Perilaku apa sajakah dari orangtua yang dapat mempengaruhi kepribadian anak?


BAB II
ORANGTUA DAN KEPRIBADIAN ANAK


A.PENGERTIAN KEPRIBADIAN.

Setiap individu memiliki kepribadian yang unik dan berbeda dengan individu lainnya. Sehingga kepribadian dapat kita katakan sebagai identitas diri seseorang. Istilah kepribadian itu sendiri sudah mencakup semua karakteristik perilaku seseorang. Lalu apakah yang dimaksud dengan kepribadian itu ? 
Berikut ini pemaparan atau penjelasan tentang beberapa definisi kepribadian menurut para ahli :

1. Cuber
Ia berpendapat bahwa kepribadian merupakangabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.

2. M.A.W. Brower
Definisi kepribadian menurutnya adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan dorongan, keinginan, opini, dan sikap-sikap seseorang.

3. Theodore M. Newconbe
Ia mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi sikap-sikap (predisposition) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang perilaku.

4. Yinger
Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan parilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. (Subekti:2006:18)
Berdasarkan definisi-definisi diatas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa yang dinamakan kepribadian adalah suatu ciri khas seseorang yang dengan ciri khas tersebut seseorang menjadi terdorong untuk berperilaku.


B. PERAN ORANGTUA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK.

Kepribadian seseorang tidak serta merta ada begitu saja, banyak hal yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang hingga ia memiliki kepribadian baik atau kepribadian buruk. Akan tetapi, untuk keperluan kajian ini kita hanya akan membahas “ PERAN ORANGTUA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK.”
Seorang anak manusia yang terlahir kedunia ini, pada awalnya adalah sebuah organisme kecil yang tercipta dalam keadaan fitroh (suci). Sebagai mana yang telah nabi Muhammad S.A.W sabdakan :


Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi.” (HR.Muslim)
Selain menjelaskan bahwa setiap bayi yang lahir kedunia ini terlahir dalam keadaan suci, hadits ini juga menjelaskan betapa pentingnya posisi orangtua dalam membentuk kepribadian anak. Orangtua merupakan faktor utama dalam pembentukan kepribadian atau watak seorang anak, apakah nantinya anak itu beragama islam, nasrani, yahudi, berwatak buruk, berbudi pekerti baik dan lain sebagainya.
John Locke tokoh empirisme mengemukakan teori yang di sebutnya Tabula Rasa yaitu jiwa manusia yang baru lahir itu adalah seperti meja atau papan lilin yang belum tergores. Akan menjadi apa bayi itu kelak sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman apa yang memenuhi jiwa anak tersebut. (Purwanto:1998:18)
Dalam konteks ini yang dimaksud john locke diatas dengan “pengalaman-pengalaman” adalah pengalaman bayi itu ketika berinteraksi dengan lingkungannya atau dalam hal ini adalah keluarga (orangtua).
Pada awalnya keluarga adalah kelompok acuan yang terpenting karena didalam keluarga itulah seseorang mendapatkan pengalaman-pengalaman sosial yang paling awal. Bahkan, para ahli umumnya menyatakan bahwa ciri-ciri kepribadian dasar dari seseorang terbentuk pada tahun-tahun pertama didalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu keluarga memiliki peran yang sangat strategis didalam membentuk kepribadian seseorang. (Subekti:2006:21)
Proses pembentukan sikap, mental, dan kepribadian yang sangat efektif datangnya dari keluarga. Hal ini diakui oleh sosiolog dan psikolog sosial. sebagai contoh, ada pepatah yang berkermbang dalam budaya Indonesia : “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Pepatah ini mempunyai arti sikap dan kepribadian anak merupakan cermin sikap, mental, dan kepribadian orangtua dan lingkungan keluarga pada umumnya. Dengan perkataan lain Si anak akan mewarisi seluruh nilai yang di pegang oleh keluarga. Jadi, kalau orang tuanya atau keluarga pada umumnya memiliki pola-pola aksi atau pola-pola perilaku yang baik maka akan mewariskan kepada anak pola-pola perilaku yang baik pula. Dan sebaliknya kalau orangtua atau keluarga pada umumnya memiliki pola-pola perilaku yang tidak baik maka akan menghasilkan pola-pola perilaku pada anak yang tidak baik pula. Dari contoh ini kita mengetahui bahwa betapa kuatnya kelurga sebagai agen sosialisasi dalam pewarisan nilai-nilai. (Subekti:2006:12)

C. PERILAKU-PERILAKU ORANG TUA YANG DAPAT MEMPENGARUHI
KEPRIBADIAN ANAK.

Kebanyakan orangtua pasti ingin membesarkan anak-anak mereka dengan baik. Mereka tidak berniat untuk mengabaikan atau mencelakakan anak-anak mereka. Namun diakui atau tidak, tanpa disengaja mareka dengan segala perilaku mereka sehari-hari itu telah membentuk kepribadian anak.
Anak dalam perkembangan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang tokoh identifikasi. Identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Pada anak , biasanya tokoh yang ingin disamai (tokoh identifikasi) adalah ayah atau ibunya. Dalam proses identifikasi ini anak mengambil alih (biasanya dengan tidak disadari oleh anak itu sendiri) sikap-sikap, norma, nilai, dan sebagainya dari tokoh identifikasi. Jadi dalam proses identifikasi anak tidak saja ingin menjadi identik secara lahiriah, tetapi terutama justru secara batin. (Purwanto:1998:26)

Terdapat dua kemungkinan besar yang diakibatkan oleh perilaku-perilaku orangtua terhadap kepribadian anak. Yaitu :

1. Anak memiliki kepribadian yang baik.

Perilaku orangtua yang dapat berpengaruh pada anak, sehingga anak memiliki kepribadian yang baik diantaranya adalah :

a. Memberi teladan baik dengan perilaku, bukan dengan ucapan.
Setiap orangtua berharap anak-anaknya meneladani sikap dan memandang orangtua dengan penuh rasa hormat. Sesungguhnya, ketika orangtua berhasil pemperoleh rasa hormat itu, anak-anaknya akan mengikuti teladan yang telah orangtua berikan. (Gultom:2007:100)
Kita perlu membangun pengaruh positif kepada anak-anak dengan cara bertindak dan memberikan teladan yang baik. Keyakinan dan nilai-nilai dasar kita akan membentuk karakter anak kita. Secara tidak langsung, anak-anak akan meneladani tindakan yang dilakukan orangtuanya setiap hari. Apapun yang kita lakukan sangat berpengaruh kuat kepada anak daripada segala hal yang kita katakan. (Gultom:2007:101)
b. Memberi perhatian positif kepada anak.
Semua anak ingin diperhatikan. Pernyataan sederhana ini adalah kebenaran fundamental dalam pengasuhan anak. Anak akan tumbuh dengan baik bila orangtuanya memberikan perhatian positif. Sebaliknya, anak akan tumbuh “liar” ketika sering mendapatkan perhatian negatif. Anak akan senang bila orangtuanya memujinya. Dan, mereka juga lebih senang ketika orangtuanya membentak atau mengoreksi kesalahan mereka dari pada mengabaikan sama sekali. Anak akan merasa dirinya rendah keika tidak diperhatikan sama sekali. (Gultom:2007:23)
c. Tidak menghina anak.
Mendisiplinkan anak ketika orangtua sedang marah berpotensi menimbulkan hal yang negatif, seperti menghalangi upaya komunikasi dan justru menimbulkan konflik. Selain itu, seringkali orangtua tanpa sadar malontarkan kata-kata yang tidak pantas. Biasanya keretakan hubungan orangtua dan anak akibat perkataan yang menyakitkan membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkannya. (Gultom:2007:93)
Kata-kata kasar sering terucap ketika sedang marah atau frustasi. Namun, hal ini malah akan menyebabkan implikasi yang negatif pada anak-anak. (Gultom:2007:93)

2. Anak memiliki kepribadian yang buruk.
Kepribadian buruk yang ada pada diri seorang anak, biasanya karena akibat dari perilaku-perilaku salah orangtua ketika mendidik anaknya. Diantara perilaku-perilaku itu adalah :
a. Bertengkar dihadapan anak.
Termasuk penyebab yang menyebabkan penyimpangan moral generasi meda kita adalah meruncingnya pertengkaran dan berlanjutnya beda pendapat antara ayah ibu pada saat yang paling tepat untuk bertemunya anggota keluarga.
Jika anak membuka matanya dirumah dan dia melihat pertengkaran didepan matanya, maka dia pasti meninggalkan rumahnya untuk mencari teman demi menghabiskan waktu bersama dan menghabiskan saat-saat dia tidak bekerja. Jika teman yang dipilih buruk dan jelek, maka dia akan terperosok bersama mereka, sehingga dia berakhlak bejat dan berperangai rendah. Bahkan penyelewengannya semakin menjadi-jadi dan kelak menjadi sampah bagi negri dan masyarakat serta lingkungannya. (Sunarto:2007:50)
b. Memberikan perhatian hanya ketika anak berbuat salah.
Setiap anak tentulah ingin diperhatikan oleh orangtuanya. Namun, orangtua cenderung terperangkap dalam kesibukan kerja sehari-hari dan sering melupakan untuk memberi pujian kepada Sang buah hati ketika telah berbuat baikdan memiliki prestasi disekolah yang cukup membanggakan. Kebanyakan dari orangtua cenderung menunggu sampai Si buah hati melakukan kesalahan. Dan pada saat itulah orangtua mulai akan memberikan perhatian. Efeknya proses yang demikian akan membuat Si buah hati bisa menangkap kecenderungan bahwa orangtuanya akan memperhatikannya ketika ia melakukan sebuah kesalahan atau berperilaku buruk. (Gultom:2007:23-24)
c. Otoriter dalam mendidik anak.
Orangtua yang menggunakan gaya komunikasi ini adalah orangtua yang sangat mempertahankan kendali kekuasaan. Bagi tipe orangtua semacam ini, perasaan-perasaan yang kuatmerupakan sesuatu yang sangat “tidak tertib”. Jadi, mereka akan memerintahkan anak untuk bersikap dan bertindak dengan benar. Biasanya mereka akan menggunakan “perintah” atau “ancaman”. Orangtua tipe otoriter ketika berbicara kepada anaknya akan membuang segala yang tidak perlu atau tidak dikehendaki. (Gultom:2007:49)
Gaya komunikasi seperti ini secara jelas menunjukkan bahwa orangtua menilai rendah apa yang dirasakan, dipikirkan, atau dilakukan buah hati. Hal ini terjadi atas dasar pemikiran bahwa orangtua lebih hebat,lebih kuat, lebih pintar, dan kebutuhannya lebih penting dari pada kebutuhan buah hati. Orangtua yang melakukan hal semacam ini sebenarnya sedang meminimalisir kebutuhan-kebutuhan anak dan menyampaikan pesan bahwa ia tidak tertarik dengan apapun yang dikatakanoleh buah hatinya. (Gultom:2007:49)
Jika seorang anak sudah merasa tidak dihargai lagi oleh orangtuanya dirumah, maka ia akan mencari teman diluar rumah yang menurutnya lebih menghargai dirinya. Hal ini akan sangat berbahaya jika Si anak salah dalam menemukan teman, maka ia akan jatuh dalam jerat maksiat, kasesatan dan penyimpangan.

Jika seorang anak sudah terlanjur memiliki kepribadian yang buruk atau berperilaku menyimpang, berikut ini adalah usaha-usaha yang dapat dilakukan orangtua untuk menanggulangi perilaku-perilaku negatif anak,
1. Peningkatan peran keluarga terhadap perkembangan dari kecil hingga dewasa.
2. Peningkatan status social keluarga.
3. Menjaga keutuhan keluarga.
4. Mempertahankan sikap dan kebiasaan orangtua sesuai dengan norma yang disepakati.
5. Pendidikan keluarga yang di sesuaikan dengan status anak; anak tunggal, anak tiri, dll. (Purwanto:1998:21-22)


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN.

Dengan adanya penjelasan-penjelasan yang telah tergores diatas, maka kita dapat menarik beberapa kesimpulan,antara lain :
1. Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitroh (suci) dan kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu berwatak baik, atau berwatak buruk.
2. Orangtua adalah faktor utama dalam pembentukan watak dan kepribadian seorang anak.
3. Ketika anak masih kecil, dikeluargalah ia mulai mengenal hidupnya, dasar perilaku, sikap hidup dan kebiasaa-kebiasaan.

B. SARAN.

Setelah mempelajari karya tulis ini, saran dari penulis kepada pembaca adalah :
1. Dapat mengetahui bagaimanakah cara untuk menjadi orangtua yang baik.
2. Tidak serta merta menyalahkan anak ketika anak berbuat kesalahan atau berperilaku salah.
3. Agar supaya orangtua dapat dan mau untuk menata diri sendiri ketika ia ingin menata anaknya.


DAFTAR PUSTAKA


Sunarto, Ahmad, 2007. Petunjuk Rosul : Mendidik Anak Sejak Lahir. Kediri : PON PES. HIDAYATUT THULAB.
Purwanto, Heri. 1998. Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gultom, Gogona. 2007. 10 Kesalahan Orangtua Dalam Mendidik Anak; Solusi Bijak Untuk Mengatasinya. Jakarta : Tangga Pustaka.
Subekti. 2006. Kreatif Sosiologi Kelas X Semester Genap. Kudus : VIVA PAKARINDO.



Download Artikel Ini...

 

Peranan Orang Tua Dalam Membentuk kepribadian anak.doc

No Response to "Peranan Orang Tua Dalam Membentuk kepribadian anak"

Leave A Reply

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Imagen 2
Pada hakekatnya, berdirinya Madrasah Aliyah Madarijul Huda Kembang Dukuhseti Pati merupakan kesinambungan Program Pendidikan yang di selenggarakan oleh sebuah Yayasan yang bernama “ YAYASAN PENGEMBANGAN MADRASAH MADARIJUL HUDA “ dimana Yayasan tersebut mengelola RA, MI, MTs, MA dan SMK dan Pondok Pesantren Putra-Putri. Cikal bakal lembaga tersebut adalah sebuah Madrasah Diniyyah Salafiyyah yang didirikan oleh KH. Hasbullah pada tahun 1947, MTs. Salafiyyah tahun 1955 kemudian disusul berdirinya Pondok Pesantren Putra tahun 1960. Pada masa itu semua lembaga pendidikan menggunakan Kurikulum Kombinasi dari Kurikulum Depag dan Kurikulum Salaf sampai sekarang. Madrasah Aliyah Madarijul Huda pertama kali didirikan pada tahun perlajaran 1985/1986 sebagai kelanjutan dari jenjang MTs oleh KH. Abdullah Zawawi Hasbullah, selaku ketua Yayasan Pengembangan Madrasah Madarijul Huda pada waktu itu. Kemudian pada tahun 1990 mendapat status “terdaftar “ dengan piagam nomor: WK/S.D/209/PGM/MA/1990, TANGGAL 27 Juli 1990. Untuk kali pertama mengikuti “Ebtanas“ bergabung dengan MAN 01 Semarang filial Tayu. Pada saat itu juga Hj. Roihanah Hasbullah mendirikan Pondok Pesantren Putri sebagai sarana pelengkap dan pendukung kegiatan belajar yang di Madrasah pada tahun 1995/1996, Yayasan Pengembangan mendirikan MAK , dengan mendapat ijin operasional dari Kanwil Depag jawa Tengah 21 Januari 1998 Nomor: WK/5.d/P.P.00.6/MAK/0032/OPS/98. Dan pada tahun 1999, MA Madarijul Huda mendapatkan status “ Diakui” dari Dirjen Binbaga Islam Depag Republik Indonesia dengan SK No:E.IV/PP.006/Kep/34/99 tanggal 23 Maret 1999.